GIZI PRAKONSEPSI: MENCEGAH STUNTING SEJAK MENJADI CALON PENGANTIN

Desember 15, 2019

Prof. Dr. Sri Sumarmi, S.KM., M.Si
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Kata prakonsepsi mungkin masih menjadi kata yang asing dan belum dipahami oleh sebagian besar masyarakat, namun kata stunting kini mulai akrab pada telinga masyarakat luas. Pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengaitkan keduanya dengan calon pengantin. Prakonsepsi berasal dari kata pra dan konsepsi. Pra artinya ‘sebelum’, sedangkan konsepsi artinya ‘peristiwa bersatunya sel sperma dan sel telur yang mengawali terjadinya proses kehamilan’. Oleh karena itu, gizi prakonsepsi membahas tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan zat gizi untuk mempersiapkan kehamilan.

Sejak tahun 2013, organisasi kesehatan dunia (WHO) mulai menekankan pentingnya intervensi gizi dan pelayanan kesehatan prakonsepsi (preconception care). Di sisi lain, masalah stunting kini menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah Indonesia dalam upaya penanganan masalah gizi untuk menghasilkan sumberdaya manusia Indonesia yang unggul dan maju. Stunting adalah kondisi tubuh pendek, yang terjadi karena gagal tumbuh (growth failure). Mengidentifikasi anak stunting dapat dilakukan dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan seorang anak, lalu dibandingkan dengan ukuran panjang badan atau tinggi badan standar pada usianya. Upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah stunting perlu mendapatkan apresiasi yang tinggi, karena dalam kurun waktu 5 tahun prevalensi stunting turun dari 37,2% di tahun 2013, menjadi 30,8% pada tahun 2018 atau terjadi penurunan sekitar 7%. Namun demikian prevalensi ini masih tergolong tinggi.

Masalah stunting sesungguhnya dapat dicegah. Berbagai program intervensi sensitif maupun spesifik dapat dilakukan sebagai suatu program pencegahan stunting apabila diberikan kepada sasaran yang tepat. Dalam upaya pencegahan stunting, sasaran prioritas masih fokus pada kelompok ibu hamil dan ibu menyusui serta pada anak usia kurang dari dua tahun (baduta). Sasaran ini dimaksud sebagai sasaran program percepatan perbaikan gizi pada 1000 (seribu) hari pertama kehidupan, Gerakan 1000 HPK.

Ada catatan dalam implementasi gerakan penyelamatan 1000 HPK di Indonesia, yang mungkin menjadi salah satu pemikiran kritis untuk menyempurnakan gerakan yang bertujuan mulia ini. Mengacu definisi 1000 HPK, bahwa kehidupan dimulai dari saat konsepsi, apabila sasaran prioritas adalah ibu hamil maka akan ada periode yang terlewatkan dan belum menjadi bagian yang dijabarkan dalam implementasi program penyelamatan 1000 HPK, yaitu periode awal kehamilan. Padahal masa awal kehamilan adalah masa kritis untuk menentukan keberhasilan
kehamilan, karena proses pemrograman janin (fetal programming) terutama terjadi pada awal
kehamilan. Teori Barker, yang dikenal dengan fetal origin hypothesisis menjelaskan bahwa kondisi yang buruk saat dalam kandungan seperti membunuh anak secara perlahan, killing me softly (Almod & Currie, 2011). Apabila program intervensi tidak dapat menjangkau awal kehamilan, maka bagaimana mungkin menyelamatkan 1000 hari pertama kehidupan tanpa intervensi gizi prakonsepsi?

Masa prakonsepsi merupakan tahap penting untuk menentukan kehamilan yang sukses. Periode kritis untuk menentukan kehamilan sehat serta kualitas bayi yang dilahirkan adalah periode di seputar momen konsepsi atau disebut perikonsepsi (2-4 bulan sebelum hamil, sampai dengan 4 bulan pertama kehamilan). Proses konsepsi merupakan momen reproduksi sangat penting yang mengawali terjadinya kehamilan. Pada awal kehamilan terjadi tahapan yang disebut implantasi (peristiwa menempelnya calon janin ke dinding rahim) dan peristiwa plasentasi atau terbentuknya plasenta. Keberhasilan dua peristiwa ini sangat menentukan perkembangan janin
selama dalam rahim ibu. Apabila kesuksesan kehamilan ditentukan oleh tahap implantasi dan
plasentasi maka intervensi pada masa prakonsepsi dapat menjadi window of opportunity bagi
keberhasilan suatu program intervensi. Keberhasilan suatu program intervensi perlu memperhatikan timing yang tepat.

Serangkaian peristiwa yang terjadi di dalam rahim ibu di awal kehamilan, dimulai saat konsepsi hingga minggu ke-8 kehamilan sangat sulit dijangkau oleh program. Mengapa seperti itu? Apabila intervensi diberikan dengan sasaran ibu hamil, maka paling cepat intervensi tersebut diterima pada saat usia kehamilannya memasuki minggu ke-4 atau ke-5, karena pada saat seseorang terdeteksi hamil, sesungguhnya usia kehamilannya telah memasuki minggu ke-4 atau ke-5.

Dengan demikian, periode kritis awal kehamilan saat pembentukan organ penting terlewatkan begitu saja tanpa ada intervensi. Oleh karena tidak ada yang tahu kapan seseorang akan hamil, maka intervensi gizi seharusnya diberikan sejak sebelum hamil.

Apa yang terjadi pada awal kehamilan sesugguhnya merupakan proses programming bagi kehidupan individu kelak dikemudian hari. Setelah konsepsi berjalan dengan sukses, selanjutnya terjadi beberapa tahap perkembangan janin di dalam kandungan. Tahap implantasi merupakan tahap kritis dimana calon janin dapat terhubung secara intim dengan permukaan dinding rahim (endometrium) untuk membentuk plasenta. Inilah yang disebut sebagai window of implantation, terjadi sekitar 6-7 hari setelah konsepsi. Tahap Plasentasi sangat ditentukan oleh adanya proses
remodeling arteri spiralis, suatu even yang sangat krusial dalam keberhasilan proses plasentasi dan pengadaan suplai darah yang cukup untuk perkembangan janin. Plasenta adalah organ sebagai tempat dua sirkulasi, sirkulasi darah maternal dan darah janin saling melintas. Berkebalikan dengan pertumbuhan janin, plasenta tumbuh sangat cepat pada awal kehamilan dan mencapai ukuran maksimum sekitar minggu ke-12. Bermodal plasenta dengan ukuran yang lebih besar, maka akan menjamin transfer zat gizi dari darah maternal yang lebih baik, sehingga janin memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang janin yang sempurna, maka dapat mencegah terjadinya neonatal stunting (Sumarmi, et.al., 2018).

Calon pengantin wanita adalah sasaran yang paling tepat untuk intervensi gizi prakonsepsi, karena mereka adalah calon ibu hamil. Pencegahan adalah upaya yang dilakukan sebelum peristiwa terjadi. Ambil payung sebelum hujan, intervensi gizi sebelum hamil. Untuk itulah keberadaan gizi prakonsepsi sangat penting sebagai upaya preventif dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak, termasuk untuk pencegahan stunting.

#CegahStutingSejakCatin
* Penulis adalah Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat (Persakmi)

Terlampir Pidato Pengukuhan Guru Besar Klik LINK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© PERSAKMI All rights Reserved