Ihwal Sumpah/Janji Profesi Sarjana (Ahli) Kesehatan Masyarakat

Juli 2, 2019

Medio bulan Agustus 2017, PP IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) bersama AIPTKMI (Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia) mengeluarkan Surat Keputusan Bersama nomor 015/SK/IAKMI PUSAT/VIII/2017 dan 01/AIPTKMI/VIII/2017 tentang Lafaz Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat. Dalam poin menimbang, perlunya sumpah itu untuk menjaga profesionalitas Ahli Kesehatan Masyarakat di Indonesia.

Dalam keputusannya, lafaz Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia berlaku untuk semua jenjang dan jenis keahlian/spesialisasi dalam Bidang Kesehatan Masyarakat. Pelaksanaan angkat Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia diselenggarakan pada saat penglepasan sebagai Wisudawan/Wisudawati Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Tidak lama setelah keluarnya SK Bersama tersebut, kedua organisasi tersebut menerbitkan Surat Edaran nomor 313/IAKMI PUSAT/X/2017 dan 001/SE/AIPTKMI/X/2017 tentang pedoman penyelenggaraan. angkat sumpah ahli kesehatan masyarakat Indonesia. Untuk penerbitan Surat Keterangan Angkat Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ditetapkan biaya sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per orang Yang Bersumpah. Biaya ini dibayarkan ke Bendahara/Rekening Pengurus Daerah IAKMI setempat.

Adapun biaya-biaya lain terkait penyelenggaraan Angkat Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (misalnya biaya kehadiran saksi, biaya kehadiran rohaniwan, biaya pencetakan surat keterangan, biaya konsumsi, biaya atraksi hiburan, dan sebagainya) diatur oleh penyelenggara Angkat Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan beberapa informasi, biaya penyelenggaraan bervariasi antara Rp 300.000 – Rp 500.000,00.

Sebetulnya bagaimana status legalitas pelaksanaan sumpah ahli kesehatan masyarakat ? Pertanyaan ini cukup banyak disampaikan oleh para SKM. Pelaksanaan sumpah ahli kesehatan masyarakat, sejatinya tidak terlepas dengan persyaratan berkas dalam pengajuan STR (Surat Tanda Registrasi) Tenaga Kesehatan Masyarakat. Sebagaimana rilis Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) mengenai alur registrasi STR Tenaga Kesehatan melalui aplikasi STR Online ver 2.0. Syarat pemberkasan STR tenaga kesmas, mensyaratkan adanya sumpah profesi dan surat pernyataan patuh pada etika profesi. Selain tentunya sertifikat kompetensi yang didapatkan melalui uji kompetensi.

Tentang uji kompetensi SKM yang dikenal dengan UKSKMI, kemudian berganti menjadi UKAKMI (Uji Kompetensi Ahli Kesehatan Masyarakat Indinesia), sudah sangat jelas statusnya. Sesuai dengan surat Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan uji kompetensi, sebagaimana surat nomor 311/B/TU/2018 tentang “Tanggapan terhadap Pelaksanaan Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (UKSKMI)”, tertanggal 10 April 2018.

Dirjen Belmawa menegaskan 2 hal penting terkait pelaksanaan UKSKMI/UKAKMI, yaitu :
1. Pernyataan Dirjen Belmawa yang mendukung pelaksanaan UKSKMI, sepanjang uji kompetensi tersebut pada ranah profesi dan tidak menjadi syarat kelulusan dari Perguruan Tinggi (exit exam).

Pernyataan ini sebetulnya sangat jelas, bahwa dukungan pelaksanaan UKSKMI dengan 2 syarat mutlak yaitu pada ranah profesi dan bukan exit exam. Padahal jelas diketahui bahwa pelaksanaan UKSKMI, yang pesertanya adalah mahasiswa akhir kesehatan masyarakat dan para fresh graduate (SKM) adalah produk pendidikan akademik (belum ranah profesi). Sehingga otomatis gugur syarat dukungan dari Dirjen Belmawa.

2. UKSKMI yang saat ini dijalankan oleh IAKMI dan AIPTKMI tidak dapat menggunakan dasar hukum UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU No.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Permenristekdikti No.12/2016 tentang Tata Cara Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan yang mengatur bahwa uji kompetensi secara nasional dilakukan oleh mahasiswa pada akhir pendidikan vokasi dan profesi.

Padahal dalam Undang-Undang 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 44 ayat 4 berbunyi “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi”. Bila status UKSKMI/UKAKMI saja sudah cacat hukum, tentunya hal yang sama berlaku juga untuk pelaksanaan sumpah ahli kesehatan masyarakat.

Dengan kata lain, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) saat ini mensyaratkan berkas STR bagi tenaga kesmas yang sejatinya tidak ada dasar hukum sama sekali, yaitu sertifikat kompetensi dan sumpah/janji profesi bagi SKM (yang disebut ahli kesehatan masyarakat).

—-

Polemik tentang penyelenggaraan UKAKMI dan persyaratan berkas STR Tenaga Kesmas yang wajib menyertakan sumpah/janji profesi ahli kesehatan masyarakat (notabenenya Sarjana Kesehatan Masyarakat) saat ini sedang dalam proses pembahasan di lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam pertemuan di gedung ORI pada tanggal 26 Maret 2019, ORI telah memerintahkan kepada Kemenristekdikti dan Kemenkes menentukan status UKOM SKM untk menjadi pedoman bagi semua pihak selambat-lambatnya 60 hari kerja setelah pertemuan ini dilaksanakan. Keputusan Kemenristekdikti dan Kemenkes mengikat semua pihak dan wajib dilaksanakan .

Artinya pada tanggal 28 Juni 2019 sebenarnya adalah batas akhir bagi kedua Kementerian menentukan sikap atas status ukom SKM. Namun hingga saat ini dua kementerian tersebut belum merespon amanat yang diberikan ORI.

—–

Meskipun begitu, sebagaimana pakar hukum mengatakan, suatu peraturan perundang-undangan dianggap sah jika dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan sesuai atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta dibuat sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berkenaan dengan sistem hirarki ini berlaku asas lex superior derogat legi inferiori, artinya peraturan lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Dalam pengertian lain, peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan atau menyimpangi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Konsekuensi yuridis asas preferensi ini adalah bahwa dalam hal peraturan yang lebih rendah itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, peraturan yang lebih rendah itu dianggap batal atau tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat (materiale rechtskracht).

—-

Berdasarkan hirarki regulasi tersebut, maka Surat Keputuasan Bersama IAKMI dan AIPTKMI tentang tentang Lafaz Sumpah Ahli Kesehatan Masyarakat serta Surat Edaran tentang pedoman penyelenggaraan. angkat sumpah ahli kesehatan masyarakat Indonesia adalah tidak sah. Semoga rekan-rekan di kampus, baik mahasiswa maupun dosen, yg notabenenya tempat berkumpulnya kaum intelektual dapat bersikap atas keadaan yang semakin gagal paham ini.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© PERSAKMI All rights Reserved