Stop Stigmatisasi Sosial COVID-19 !!

April 27, 2020

Purwo Setiyo Nugroho, S.K.M., M.Epid.*
Tim Pusat Media PH 2.0 Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat pesat sejak muncul awal Maret 2020 lalu. Dampak yang diakibatkan sudah mulai terasa di kalangan masyarakat, tidak hanya dampak secara kesehatan, sosial ekonomi, namun dampak secara psikologis mulai mengancam. Gejala stress yang mulai mengancam dalam bentuk rasa ketakutan dan kecemasan yang berlebih terhadap orang lain, sebuah tempat atau hal lainnya. Hal ini dapat memunculkan masalah baru yakni stigmatisasi sosial. Hal ini tentu menjadi masalah baru bagi pemerintah, sebab kesehatan psikologis pada seseorang menentukan status kesehatan pada masyarakat. Merujuk pada definisi sehat menurut World Health Organization yakni kesehatan tidak hanya merujuk pada kesehatan secara fisik, namun juga berdasarkan pada kesehatan mental dan sosial.

Stigmatisasi merupakan pemberian persepsi/cap/tanda negatif yang dilakukan oleh seseorang maupun sebuah kelompok kepada orang lain maupun kelompok lain karena pengaruh lingkungannya sebelumnya atau yang sedang terjadi saat ini. Stigmatisasi pada sebuah tempat terjadi ketika tempat tersebut telah memiiliki daftar Orang Dalam Pengawasan (ODP), hal ini akan menjadi sebuah ketakutan pada seseorang untuk mengunjungi tempat tersebut. Sedangkan stigmatisasi pada orang dapat muncul ketika orang lain tersebut telah selesai melakukan karantina dan hasilnya negatif padahal sudah tidak dianggap berisiko menularkan COVID-19.

Belakangan ini, muncul stigmatisasi yang terlalu berlebihan yakni menolak jenazah pasien positif Covid-19 maupun jenazah tenaga kesehatan yang ikut serta menangani COVID-19 dimana jenazah tersebut dianggap dapat menularkan virus tersebut. Padahal, faktanya jenazah yang sudah dikubur tidak dapat menularkan virus tersebut. Jenazah yang telah ditangani dengan baik dan seseuai dengan prosedur yang berlaku, hal ini sudah dapat dipastikan aman untuk dikuburkan. Virus hanya dapat dapat hidup pada sel hidup, sehingga sudah dapat dipastikan jenazah yang telah dikubur tidak menularkan virus. Terpenting yang perlu diperhatikan adalah harus menghindari menyentuh bagian tubuh jenazah yang dapat mengeluarkan cairan tubuh seperti mulut, hidung, mata, anus, kemaluan dan luka-luka dikulit.

Kelompok Berisiko Mendapatkan Perlakuan Stigmatisasi

Merujuk pada penjelasan Centers of Disease Control and Prevention (CDC) AS, beberapa kriteria orang yang berisiko mengalami stigmatisasi pada lingkungan sosial tempat yang bersangkutan berada adalah orang yang yang memiliki riwayat perjalanan dari negara maupun kota domestik terjangkit COVID-19 dan memiliki kasus tertinggi dibandingkan negara maupun kota domestik lainnya. Selain itu, tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga berisiko untuk mendapatkan perlakuan stigmatisasi di masyarakat. Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan memiliki risiko tinggi tertular COVID-19 dari pasien yang ditangani. Padahal, saat ini tenaga kesehatan yang khusus menangani COVID-19 telah mendapatkan protokol keselamatan diri dari fasilitas pelayanan kesehatan tempat bekerja.

Bentuk stigmatisasi yang mungkin didapatkan oleh kelompok berisiko tersebut yakni berupa ketakutan atau dapat juga berupa kemarahan lingkungan sosialnya. Sehingga kemungkinan terbesar, kelompok berisiko terkena stigmatisasi akan mengalami penolakan maupun pengucilan sosial berupa penolakan pada tempat kerja, perumahan sekitar sehingga dapat berujung pada kekerasan fisik.

Perlu adanya upaya bersama untuk menghilangkan stigmatisasi pada kalangan masyarakat. Menghentikan stigmatisasi pada masyarakat akan menjadikan masyarakat bersatu dan tangguh dalam menghadapi COVID-19. Stigmatisasi pada masyarakat dapat dihentikan dengan cara saling berbagi informasi melalui media sosial maupun media lainnya mengenai fakta-fakta COVID-19.

Upaya Kesehatan Masyarakat

Dalam menghindari stigmatisasi pada masyarakat yang dapat berisiko terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Centers of Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat melalui website resminya (https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/) memberikan rekomendasi beberapa upaya kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan, antara lain :

  1. Menjaga privasi dan kerahasiaan tenaga kesehatan yang menangani COVID-19
    Petugas kesehatan yang melakukan investigasi maupun menangani COVID-19 menjadi orang yang sangat berisiko untuk terkena stigmatisasi oleh masyarakat, padahal tenaga kesehatan sangat berjasa bagi masyarakat dalam menanggulangi wabah ini. Menjaga kerahasiaan dan privasi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 ini sangatlah perlu agar tidak muncul kegelisahan maupun ketakutan terhadap tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 dikalangan masyarakat.
  2. Segera melakukan komunikasi secara cepat mengenai orang maupun tempat berisiko
    Tak dapat dipungkiri bahwa mobilitas masyarakat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain sangatlah tinggi yang datang dari tempat berisiko terjangkit COVID-19. Setiap Pemerintah Daerah menyiapkan hotline penganggulangan COVID-19 untuk menerima laporan secara cepat jika ada tempat atau orang berisiko tertular COVID-19
  3. Meningkatkan kesadaran/pengetahuan untuk mengurangi ketakutan terhadap COVID-19
    Berita hoaks yang beredar di masyarakat yang menyebar melalui media sosal maupun media lainnya sangat meresahkan masyarakat, sehingga perlu adanya upaya mengklarifikasi informasi sebelum disebar luaskan. Beberapa website pemerintah daerah maupun pusat menyediakan halaman khusus mengenai info-info hoaks yang beredar. Dalam halaman website tersebut juga ditampilkan klarifikasi secara detail mengenai hoaks yang beredar.
  4. Ikut berkontribusi memberikan edukasi
    Terlibat aktif dalam memberikan informasi yang benar melalui berbagai media dalam kelompok yang melakukan stigmatisasi terhadap kelompok lain maupun individu lain dirasa sangatlah perlu. Hal ini sebagai bentuk kampanye positif untuk menghilangkan stigmatisasi di masyarakat
  5. Menghargai jasa tenaga kesehatan
    Tenaga kesehatan yang bekerja tak mengenal waktu untuk memastikan COVID-19 tidak terus menyebar perlu diberi sebuah penghargaan di tengah masyarakat. Penghargaan yang dimaksud dapat dengan berbagai cara, mulai dari ucapan terimakasih atau dapat dengan bentuk lainnya. Hal ini selain dapat menghilangkan stigmatisasi di masyarakat, juga dapat mengurasi risiko stress pada tenaga kesehatan yang harus terus menunaikan tugasnya kapanpun.
  6. Melakukan aktivitas sosial
    Memenuhi kebutuhan keluarga yang terkena dampak COVID-19 dapat membantu meringankan beban ekonomi maupun psikologis keluarga tersebut. Tak dapat dipungkiri, psikologis sangat berpengaruh pada imunitas tubuh. Imunitas tubuh yang kurang baik akan berisiko terkena COVID-19.

#AyoSemangatIndonesia

#StopStigmatisasiCovid19

Siaran Pers Persakmi KLIK

Sumber gambar KLIK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© PERSAKMI All rights Reserved