“Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia Sehat

Maret 6, 2015

KONSEPTOR UTAMA : Agus Samsudrajat S, S.KM (Aktivis PERSAKMI)
DUKUNGAN PENUH : PP PERSAKMI

Menanggapi berbagai persoalan klasik tentang masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk indonesia, baik penyakit tidak menular maupun menular. Hal tersebut menjadikan indonesia yang merupakan negara berkembang harus berusaha lebih keras dengan menganalisis permasalahan yang ada kemudian mencoba memperbaiki segera masalah dengan berbagai cara yang dianggap paling efektif dan efesien. Berbagai organisasi kesehatan terutama sektor pemerintah mulai gelisah baik karena kepedulian terhadap kesehatan atau karena sebuah tekanan dari kebijakan dunia, negara maupun masyarakat. Permasalahan tersebut telah ditemukan dan ditetapkan dalam sebuah perencanaan pembangunan kesehatan, salah satu diantaranya adalah permasalahan sumber daya kesehatan (SDM). Pemerintah dan berbagai organisasi profesi telah menetapkan gebrakan baru yang dianggap mampu mengatasi permasalahan SDM diantaranya adalah tenaga kesehatan masyarakat (SKM). Permasalahan kualitas dan kuantitas SDM merupakan  salah satu faktor penting dalam pembangunan kesehatan selain pembiayaan.

Menjamurnya pendidikan kesehatan masyarakat di Indonesia bisa dikatakan sangat subur hal ini terbukti dengan telah berdiri dan beroprasionalnya 143 perguruan tinggi (PT) tingkat sarjana, 24 PT tingkat Magister dan 2 PT untuk tingkat doktor baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS), yang menurut data sampai maret 2010, 70% tingkat sarjana dan 80 % tingkat magister belum terakreditasi (EPSBED.Dikti, 2010). Pendidikan kesehatan termasuk SKM dianggap sebagai peluang bisnis yang menjanjikan khususnya bagi para pengusaha atau pemilik modal PTS aelain alasan untuk membantu pendidikan masyarakat atau alasan positif lainya (pernah mendengar sendiri, ada pendiri pernah mengatakan demikian). Sayangnya menjamurnya pendidikan SKM di indonesia belum mengedapankan kualitas sasaran, hal ini terbukti dengan banyaknya perguruan tinggi yang belum bisa memenuhi standar minimal (SDM, kurikulum, sistem pendidikan, laboratorium, dll) pendirian program studi/perguruan tinggi secara nyata, hal ini justru menimbulkan brbagai pertanyaan, bagaimanakah pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa mengeluarkan surat ijin perpanjangan, pendirian dan pembukaan prodi SKM tersebut. (Dapat di lihat pada daftar rujukan MateriDr.Emma dan Dr.Setiawan di kahir tulisan ini)

Selain itu permasalahan yang juga tidak kalah penting adalah ketika para SKM telah selesai pendidikan, akankah mereka mengembangkan dan mengamalkan ilmunya, siap dan mampu berkreatifitas dan berkarya dengan jalur yang telah dipilihnya hingga finish atau mereka melupakan latar belakang mereka hingga merubah haluan dan tujuan semula karena demi mempertahankan hidup, mengisi perut dan membantu ekonomi kaluarga atau bahkan beralih menekuni bidang ilmu yang lebih menjanjikan. Sudah sewajarnya organisasi pendidikan dan profesi (IAKMI, PERSAKMI, AIPTKMI, dan organisas lain dalam disiplin ilmu kesmas) peduli terhadap saudara-saudara kita yang selama ini telah tercetak (lulusan/SKM) dan akan tercetak (mahasiswa).

Jika pemerintah berkomitmen untuk memprioritaskan upaya promotif dan preventifnya, maka sebagai konsekuensinya tentu pendanaan juga harus disiapkan, jika kesehatan masyarakat terjamin dan meningkat maka produktifitas manusia juga akan meningkat yang akhirnya berdampak kepada peningkatan ekonomi negara dan timbal balik dari negara adalah membantu mensejahterakan masyarakat termasuk SKM yg memiliki potensi tapi tak berdaya, disitulah letak hubungan timbal balik mutualisme antara masyarakat dalam hal ini SKM dengan pemerintah atau bangsa Indonesia.

Secara rinci sebagian permasalan pembangunan kesehatan Indonesia adalah kekurangan SDM termasuk tenaga kesehatan masyarakat. Kekurangan yang sangat signifikan tenaga kesmas dan persebaranya di Indonesia menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan melambanya pembangunan kesehatan. Jika merujuk bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan itu 80 % ditentukan oleh SDM selain pembiayaan tentu upaya realisasi masalah tersebut perlu dikedepankan. Saat ini berdasarkan data pusat perencanan dan pembangunan tenaga kesehatan 2011, ketersediaan tenaga kesmas di indonesia hanya 6.505 orang padahal berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat di puskesmas saja mencapai 26.964 orang sehingga kekuranganya mencapai 21.131 orang. berdasarkan data permasalahan kekurangan SDM tersebut tentu hal ini akan sulit terealisasi dan hanya akan menjadi sebatas program dan rencana diatas kertas tanpa adanya usaha nyata untuk mencapai kekurangan tersebut, meskipun secara produksi tenaga kesmas di Indonesia telah berjumlah 143 PT tingkat sarjana yang tersebar di seluruh wilayah provinsi Indonesia. (Lihat materi Dr.oscar kebijakan nasional dan pemberdayaan SKM)

Isu besar kesehatan lain saat ini ialah masalah adekuasi (memadai) dan sustainabilitas (keberlanjutan) dari pembiayaan kesehatan di Indonesia, khususnya pembiayaan pemerintah. Diskusi tentang “apakah anggaran saat ini cukup? Atau kurang?, menjadi perdebatan yang hangat. Jika melihat kebutuhan akan dana program dari pemerintah yang digulirkan melalui APBN (Pusat) dan atau APBD (Propinsi dan Kabupaten Kota), maka bisa dikatakan bahwa anggaran kesehatan Indonesia relative sangat kecil (hanya 1.7% dari total belanja pemerintah). Tetapi isu menarik berikutnya adalah adanya sisa anggaran yang tidak terserap di kementrian kesehatan. Data pasti belum terkumpul, namun kejadian sudah terlihat bertahun-tahun seperti berikut ini. (lihat materi Review kebijakan penganggaran dan hasil diskusi anggaran Kemenkes RI di UGM, Apakah Kurang_Kenapa Ada Sisa_2011, diakhir tulisan ini)

Serapan dana Pemerintah Untuk Kesehatan

Serapan Anggaran Dana Kemenkes_Alokasi & Realisasi

Hasil diskusi kebijakan pembiayaan kesehatan tahun 2011 di UGM selengkapnya dapat dilihat dan di unduh disini.

Merespon hasil diskusi ilmiah dan beberapa pertemuan ilmiah terkait tenaga kesehatan (SKM), penganggaran kesehatan dan permasalahan kesehatan selain yang telah dipaparkan sebelumnya, kita sendiri menyadari bahwa permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini cukup komplek, paling tidak bagaimana kita berusaha menyelesaikan satu permasalahan pembangunan kesehatan Indonesia (SDM) untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang lain dengan tetap mengacu pada pokok-pokok MDGs.

Jika rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN I-IV) Indonesia tidak akan mengalami perubahan seperti dalam konsep berikut ini

Arah pengembangan Nakes terhadap RPJMN

Maka sebuah usulan program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia sehat, menjadi sebuah alternatif solusi yang tepat. Jika di analisis secara umum tentang latar belakangmengapa muncul usulan tersebut ?, maka secara ringkas dapat saya gambarkan sebagai berikut.

Masalah Tenaga SKM

Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan WHO

KEBUTUHAN NAKES SKM di Puskesmas 2010

distribusi tenaga kesmas di indonesia

persebaran SKM tingkat Puskesmas _www.bppsdmk.depkes.go.id_agregat_

UU No.36_2009_tenaga SDM 2

Program Satu SKM untuk Satu Desa

Kerangka Pikir untuk program Satu SKM satu Desa

Dengan adanya perencanaan program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia sehat, di harapkan program ini menjadi lebih terarah dan jelas untuk menjadi sebuah alternatif solusi atas permasalahan pembangunan kesehatan dan permasalahan SKM seperti berikut.

  1.  Membantu mempercepat dan memperjelas realisasi pembangunan kesehatan sesuai RPJMN 1-4.
  2.  Meningkatkan Mutu SDM, selain peningkatan mutu pendidikan, dengan semakin bertambahnya SKM yang diberdayakan untuk masyarakat dan bangsa maka diharapkan kualitas SKM akan ikut meningkat hal ini berdasarkan filsafat, ilmu akan bertambah dan meningkat jika ilmu itu digunakan/diamalkan dan mencoba fokus pada permasalahan yang dihadapi.
  3.  Masalah MDGs yang saat ini masih belum tercapai terutama MDG 4, 5 dan 6 akan bisa tercapai lebih baik.
  4.  Mencapai penyebaran tenaga Nakes (SKM) yang adil dan merata diseluruh penjuru  nusantara sekaligus membantu membangunkan dan mempercepat program kelurahan/desa siaga aktif yang hampir terabaikan.
  5.  Kesehatan masyarakat akan meningkat sehingga produktifitas masyarakat meningkat dan akhirnya berdampak positif kepada perekonomian masyarakat dan negara, sehingga masyarakat akan lebih sejahtera (indikator keberhasilan pembangunan kesehatan WHO, 80 % ditentukan SDM baik kuantitas maupun kualitas).

Demikian sedikit ulasan sederhana mengenai latar belakang dan gambaran secara umum tentang kemunculan sebuah usulan program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia Sehat (Terobosan baru program Indonesia sehat). Program ini merupakan tanggapan dan masukan sekaligus merincikan tentang permasalahan pembangunan kesehatan dalam hal  indikator SDM, Saya berharap kepada pembaca dan saudara-saudara sejawat SKM atau para ahli kesehatan, khususnya ahli kesehatan masyarakat untuk bisa melihat program tersebut bukan dari siapa ide ini muncul tapi silahkan lihat apa dampak dan manfaat program tersebut untuk masyarakat dan saudara-saudara kita (SKM). Saya mohon maaf jika dalam penulisan usulan konsep program ini kuranglah baik dan jauh dari sempurna, seperti pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak”. Oleh karena itu kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak khususya tenaga kesehatan masyarakat sangat diharapkan untuk keberhasilan pembangunan kesehatan berbasis pemberdayaan ini.

Salam #SKMbersatu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© PERSAKMI All rights Reserved