Persakmi : Urgensi RUU Kesehatan sebagai Harmonisasi Program Kesmas dengan Penataan Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan
Oktober 4, 2022
Berikut kami sampaikan rilis pandangan Persakmi terkait RUU Kesehatan yang disampaikan saat RDPU dengan Baleg DPR pada tanggal 3 Oktober 2022.
Beberapa poin penting yang kami sampaikan berikut ini :
1. Kajian tentang pendidikan Kesehatan Masyarakat. Apakah pendidikan Vokasi, Akademik atau Profesi? Bagaimana saat ini dan rencana pengembangan kedepannya?
Pendidikan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat bersifat Generalis (KKNI Level 6) dan Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat juga bersifat Generalis (KKNI Level 7). Untuk itu mendorong Kemendikbud untuk memberikan Mandat atau Penugasan bagi Institusi pendidikan kesehatan masyarakat yang telah terakreditasi minimal B membuka Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat (KKNI Level 7)
2. Kajian tentang Tenaga Kesehatan Masyarakat. Apakah Tenaga Kesehatan Masyarakat sebagai Jenis Tenaga Kesehatan atau Kelompok Tenaga Kesehatan?
Persakmi meminta adanya Jenis Tenaga Kesehatan Masyarakat baru selain jenis-jenis yang telah ada dalam kelompok tenaga Kesehatan Masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Nakes Pasal 11 Ayat 7 (Kementerian Kesehatan RI dapat menggunakan Kewenangan UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 12 untuk menetapkan Jenis Tenaga Kesehatan Masyarakat). Jenis tenaga kesehatan masyarakat yang diusulkan adalah harus homogen dan linier yang berasal dari minimal lulusan program S1 ilmu kesehatan masyarakat, penamaan atau sebutan Jenis Tenaga Kesehatan Masyarakat adalah Tenaga Pengelola Kesehatan Masyarakat
3. Kajian tentang Organisasi Profesi Kesehatan Masyarakat. Bagaimana kondisi saat ini dan rencana kedepannya?
Persakmi menyatakan sikap bahwa organisasi profesi yang menaungi jenis tenaga kesehatan adalah jenis tenaga kesehatan masyarakat homogen dan linier yang berasal dari minimal lulusan program S1 ilmu kesehatan masyarakat. Prinsipnya Organisasi Profesi memiliki anggota yang homogen, yaitu lulusan program S1 ilmu kesehatan masyarakat (Sarjana Kesehatan Masyarakat). Sebagaimana umum OP yang ada seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, IAI dll
4. Konsep Sistem Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Sampai dengan saat ini sistem upaya kesehatan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 46), belum ada regulasi turunannya. Hal ini berbeda dengan sistem upaya kesehatan perorangan yang telah diatur secara rinci lebih rinci dalam banyak regulasi. Salah satu contohnya dalam Permenkes No 01 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Oleh karena itu, perlu segera di susun pola model pelayanan dan jenjang rujukan upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Hasil Riskesdas tahun 2007, 2010 dan 2018 yang menggambarkan tentang perubahan/transisi penyakit menular ke penyakit tidak menular dan metabolik. Hasil risetnya menunjukkan faktor risiko utamanya adalah; diet, aktifitas fisik dan konsumsi tembakau. Semua berkaitan dengan rekayasa perilaku/sosial. Sementara struktur layanan kesehatan tidak mengalami pergeseran, pada waktu yang bersamaaan masyarakat sudah berubah drastis terkait dengan layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Postur tenaga kesehatan yang bongsor ke kuratif tidak sesuai lagi dengan perspective masyarakat modern yang semakin menghargai nilai kesehatan sebagai asset.
Konsep penyatuan UKM dan UKP yang selama ini berjalan sudah tidak relevan dengan kemajuan iptek kesehatan, sehinga perlu upaya modernisasi upaya kesehatan masyarakat Indonesia
5. Revitalisasi Puskesmas
Ironisnya, pada Permenkes No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, pasal 17 ayat 3c justru keberadaan tenaga kesehatan masyarakat direduksi menjadi tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Padahal sejatinya, promosi kesehatan dan ilmu perilaku adalah sub bagian dari keilmuan yang didapat seorang tenaga kesehatan masyarakat (baca : SKM).
Berdasarkan sistem informasi SDM Kesehatan yang dilansir http://sisdmk.bppsdmk.kemkes.go.id per 31 Desember 2018, sekitar 30% Puskesmas belum memenuhi standar tenaga kesehatan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Permenkes 75/2014. Sementara dalam Permenkes No 33/2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan SDM kesehatan, telah menjelaskan target ratio kebutuhan tenaga SKM terhadap jumlah penduduk adalah 16/100.000 penduduk di tahun 2019 dan 18/100.000 penduduk di tahun 2025. Target ratio itu sampai kinipun belum tercapai.
Logika sederhananya, mengapa tidak mempertahankan tenaga kesehatan masyarakat (baca : SKM) yang telah memiliki kemampuan yang multi kompetensi, dengan 8 kompetensi dari 8 pilar keilmuan? Tentunya akan lebih efisien pengadaan dan pendayagunaannya, mengingat peta kemampuan alokasi anggaran SDM kesehatan di berbagai daerah yang terbatas. Lulusan S1 SKM dari sekitar 200 institusi pendidikan tinggi kesmas di seluruh Indonesia adalah jaminan sustainabilitas program Upaya Kesehatan masyarakat (UKM) di Indonesia
6. Penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi Tenaga Kesehatan Masyarakat
Persakmi menyatakan bahwa penerbitan STR dan SIP bagi tenaga kesmas belum ada dasar hukumnya. Untuk itu :
a. Registrasi (STR) dan Perizinan (SIP) Tenaga Kesehatan Masyarakat adalah satu kesatuan tak terpisahkan yang wajib diatur dalam Regulasi Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan Masyarakat
b. Perlu secepatnya penerbitan regulasi peraturan perundang-undangan (minimal setingkat Peraturan Menteri Kesehatan) tentang Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan Masyarakat (yang mengatur soal registrasi, perizinan, area kewenangan SKM, penetapan SKM sebagai jenis tenaga kesehatan baru serta keberadaan Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan Masyarakat).
c. Surat Tanda Registrasi (STR) dapat dilakukan setelah terbitnya regulasi (Permenkes) tentang Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan Masyarakat
Bagi Persakmi, bahasan RUU Kesehatan ini sebagai langkah strategis upaya harmonisasi antara program kesehatan masyarakat yg wajib direvitalisasi dengan penataan penyelenggaraan tenaga kesehatan, khususnya tenaga kesehatan masyarakat yang sampai hari ini belum ada payung regulasi nya.