Refleksi Fungsi Organisasi Profesi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
April 6, 2015
Eksistensi sebuah Organisasi Profesi menjadi sebuah hal yang harus diperjuangkan oleh Profesi yang bersangkutan. Sebab fungsi dari sebuah Organisasi Profesi menurut UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yakni sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika profesi Tenaga Kesehatan. Contoh dari Organisasi Profesi yang ada di Indonesia yakni Profesi Kedokteran yang dinaungi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Organisasi Profesi Keperawatan yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Organisasi Profesi Kebidanan yakni Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dst. Namun pertanyaannya siapakah Organisasi Profesi dari Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)? Hal ini perlu untuk diketahui oleh seluruh kalangan SKM maupun Calon SKM, sebab Organisasi Profesi menyangkut martabat Tenaga Kesehatan itu sendiri yang berhubungan langsung pada ke-eksistensian SKM. Jika para calon SKM tak peduli akan Organisasi Profesi maka jangan memprotes jika dalam pekerjaan nanti muncul beberapa kebijakan yang kontra terhadap SKM. Contohnya untuk saat ini dalam wilayah kerja Puskesmas dikenal dengan adanya Bidan desa yang berfokus pada upaya pertolongan persalinan serta menurunkan AKI dan AKB. Namun adakah yang namanya SKM desa? Padahal SKM sangat diperlukan dalam melakukan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Hal yang perlu untuk diperhatikan dalam Organisasi Profesi yakni keanggotaannya yang seprofesi. Menurut UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa Organisasi Profesi merupakan wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi, dalam konteks ini maka yang dinamakan seprofesi adalah keanggotaan yang homogen/sama. Untuk sekedar refleksi, kita lihat tetangga sebelah yakni IDI yang dihuni oleh para Sarjana Kedokteran. Pertanyaannya apakah sudah ada wadah organisasi profesi SKM yang berkumpul secara homogen (hanya SKM) dan legal?. Cukup mudah dalam menetukan apakah suatu organisasi dapat dikatakan Organisasi Profesi, cukup dilihat dari Ketua Umum yang memimpin, jika memang Organisasi Profesi dipimpin oleh seorang bukan dari kalangan SKM maka perlu ditanyakan kembali kelegalannya.
Kerugian ketika SKM tidak memiliki wadah yang menghimpun keanggotaan secara homogen maka akan menjadi bumerang bagi SKM sendiri yang siap menyerang SKM kapanpun. Analoginya seperti ini, jika terdapat permasalahan internal SKM dan hal tersebut disampaikan dalam organisasi yang heterogen maka akan diketahui celah kelemahan SKM yang nantinya dapat digunakan untuk pelemahan SKM itu sendiri. Hal yang seperti ini perlu diwaspadai, sebab jika SKM berada dalam kubangan organisasi yang heterogen maka SKM tidak akan berkembang. Seperti yang telah diungkapkan oleh Prof. Mochtar, beliau merupakan Professor UI yang mengembangkan Ilmu Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Dalam Naskah Akademik Kesehatan Masyarakat Prof. Mochtar mengungkapkan bahwa pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat tidak mungkin dapat berkembang dibawah naungan Fakultas Kedokteran, atas dasar itu beliau mendirikan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Dalam hal ini dapat diinterpretasikan bahwaFakultas Kedokteran dipimpin oleh seorang Dokter. Lalu, bagaimana dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat atau Prodi Kesehatan Masyarakat? Mari kita refleksikan kembali, masihkah saat ini kita di pimpin oleh seseorang yang bukan SKM?
SALAM SEHAT PUBLIC HEALTH
“MARI KITA PARA SKM BERSATU GUNA KE-EKSISTENSIAN PROFESI SKM, MARI BERJUANG DALAM SATU WADAH SKM”
“JIKA BUKAN SKM SENDIRI YANG MEMPERJUANGKAN, MAKA SIAPA LAGI YANG AKAN MEMPERJUANGKAN SKM?”
Ditulis oleh : Purwo Setiyo Nugroho (Mahasiswa FKM Universitas Muhammadiyah Surakarta – Wakil Koordinator ISMKMI Wilayah 3 (Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTT dan NTB)