Policy Brief : Tinjauan Regulasi Uji Kompetensi Bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (Akhir Masa Pendidikan)
April 11, 2018
Cacat Hukum, Ukom Kesmas Wajib DIHAPUS
Kami sepenuhnya memahami bahwa Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah termasuk dalam golongan tenaga kesehatan (UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat 1 dan 7). Sesuai regulasi UU Tenaga Kesehatan 36/2014 pasal 44 ayat 1, bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
Salah satu persyaratan STR adalah memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi (UU 36/2014 pasal 44 ayat 3). Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, harus terlebih dahulu lulus uji kompetensi (UU 36/2014, pasal 21 ayat 5 dan 6). Penjelasan lebih lanjut terkait syarat uji kompetensi, tertuang dalam UU 36/2014, pasal 21 ayat 1 bahwa uji kompetensi diperuntukkan bagi mahasiswa bidang kesehatan pada akhir “masa pendidikan profesi dan vokasi”.
Sesuai UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 15 ayat 1, SKM dan calon SKM merupakan mahaiswa pendidikan akademik sama seperti S.Kep. S.Ked, dan S.Farm. Penjelasan detail terkait perbedaan pendidikan akademik, vokasi dan profesi, tertuang pada UU 12/2012 pasal 15 ayat 1 untuk akademik, pasal 16 ayat 1 untuk vokasi dan pasal 17 ayat 1 untuk profesi.
Hal itu selaras dengan turunan dari UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, berupa Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan 36/th 2013 no. 1/ IV /PB/2013 tentang uji kompetensi bagi mahasiswa perguruan tinggi bidang kesehatan. Selama ini pedoman itulah yang digunakan oleh pihak tertentu sebagai dasar hukum dan memenuhi amanat uji kompetensi bagi SKM, sebagaimana pasal 4 ayat 2 secara jelas tertulis untuk peserta didik pada pendidikan vokasi dan pendidikan profesi.
Kamipun mencermati Permendikbud No 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi, yang terbit pada 20 Agustus 2014, sebagai revisi dari Permendikbud No 83 Tahun 2013 tentang Tentang Sertifikat Kompetensi. Dalam pasal 1 ayat 2 (ketentuan umum), disebutkan bahwa Sertifikat Kompetensi adalah dokumen pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya.
Dalam penjelasan pasal 14 dan 15, secara eksplisit tidak menyebutkan bahwa sertifikat kompetensi diperuntukkan hanya untuk pendidikan vokasi dan profesi. Dalam pasal 15 ayat 1h, menyebutkan jenis pendidikan akademik juga termasuk yang mendapatkan sertifikat kompetensi.
Dari hasil kajian Permendikbud No 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi (tanggal terbit 20 Agustus 2014), kami simpulkan bahwa aturan ini bersifat umum, yang mengatur salah satunya tentang sertifikat kompetensi.
Pada tanggal 2 Maret 2016, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengeluarkan peraturan yang lebih khusus lagi, terkait pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yaitu Permenristekdikti Nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan. Sekilas peraturan ini, sebagai pengganti dari Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan 36/ 2013 No. 1/ IV /PB/2013 tentang uji kompetensi bagi mahasiswa perguruan tinggi bidang kesehatan, namun tidak tertulis secara eksplisit dalam diktum regulasi Permendikti tersebut.
Dalam Permendikti 12/2016, pasal 4 ayat 3, dengan sangat jelas disebutkan bahwa “Peserta Uji Kompetensi berasal dari mahasiswa yang telah menempuh pendidikan program vokasi dan program profesi.”
Berdasarkan uraian regulasi diatas, nampak terang benderang, bahwa uji kompentensi bagi mahasiswa di bidang kesehatan, diperuntukkan bagi mahasiswa bidang kesehatan pada akhir “masa pendidikan profesi dan vokasi”.
Acuannya sangat jelas dan mengikat, yaitu UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan yang kemudian secara teknis terkait uji kompetensi dituangkan dalam Permenristekdikti Nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.
Dengan demikian, masihkah ada yang berkelit dan sangat ngotot menyelenggarakan Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat? Sementara sudah sangat diketahui, bahwa pendidikan kesmas saat ini yang menghasilkan para Sarjana Kesehatan Masyarakat merupakan jenis pendidikan akademik.
Bila iya, patut diduga ada ‘udang dibalik batu’ atas kengototan tersebut. Wallahu’alam.
Tim Advokasi PP Persakmi