“Selamat Datang di Negeri Junjung Besaoh” oleh Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes

April 10, 2016
Toboali, 08 April 2016.
Perjalanan kali ini saya bersama dua rekan lain, seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat dan seorang lagi Antropolog, menuju ke Toboali, ibukota Kabupaten Bangka Selatan. Kabupaten yang menjuluki dirinya dengan sebutan “Negeri Junjung Besaoh”. Junjung Besaoh sejatinya adalah semboyan masyarakat Bangka Selatan, yang artinya merupakan cerminan kuatnya ikatan kekeluargaan dan persaudaraan masyarakat Bangka Selatan.
Perjalanan mencapai Kota Toboali relatif mulus, sangat mulus. Jalanan aspal hotmix secara keseluruhan yang memakan waktu 2,5-3 jam dari Pangkal Pinang sebagai ibukota Provinsi Bangka Belitung, meski pada beberapa titik harus sedikit berhati-hati karena beberapa jembatan terputus sebagai akibat hujan lebat yang tak juga bosan menerpa wilayah ini meski bulan sudah menunjuk awal April.
Ada dua insiden yang sedikit menodai mulusnya perjalanan kami. Belum setengah jam meninggalkan Kota Pangkal Pinang, saat Avanza yang kami tumpangi hampir menyerempet sebuah truk besar bermuatan ubi kayu. Kami berhasil lolos, tetapi truk besar itu banting setir ke kiri untuk menghindari setidaknya dua motor. Truk terguling karena dua ban sebelah kiri terperosok dalam got. Dua motor terlihat tergeletak di tengah jalan dan satu lagi masuk ke dalam got. Dua orang pemotor saya lihat langsung bisa berdiri. Spontan saya ikut membantu menarik motor yang terperosok di got. Terdengar jerit tangis dari salah satu pemotor yang menarik-narik rekannya sambil menjerit-jerit, teman yang ditarik tetap saja terdiam tak bergerak, dengan tubuh bagian atas yang separuh utuh. Saya lunglai, limbung. Duh Gusti…
Jalanan yang terlalu mulus memang membuat sesiapa saja merasa bisa menjadi seorang pembalap. Terbukti setengah jam kemudian dari saat kejadian pertama, terlihat kerumunan orang dengan beberapa mobil yang berhenti. Terlihat mobil polisi dan sebuah mobil derek, yang berusaha menarik sebuah Kijang LGX yang nyungsep ke selokan sebelah kiri jalan. Gusti… semoga semua penumpangnya selamat.
Kolong di Kolong Langit Bangka
Ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Provinsi Bangka Belitung, setelah sebelumnya selalu berkutat di bagian Timur Indonesia, kali ini saya ingin menjelajah di bagian Barat Indonesia. Kesan pertama menempuh perjalanan di wilayah ini adalah banyaknya lubang besar seperti danau-danau kecil, yang menganga berisi air keruh, meski ada beberapa yang airnya terlihat biru, yang di sekelilingnya terlihat tumpukan tanah putih kekuningan.
“Itu namanya kolong pak,” sebut salah seorang warga. Kolong adalah merupakan bekas galian tambang timah yang ditinggalkan oleh para petambang, setelah timah yang dicari mulai jarang ditemukan, habis. Ratusan kolong seperti ini memenuhi hampir di seluruh wilayah di Pulau Bangka, yang menurut Ferdi, sopir asli Suku Melayu Toboali yang menjemput kami, juga terjadi di beberapa pulau kecil lain di sekitar Pulau Bangka. Kerusakan alam yang sangat massif.
“Masih bisa ditanami pak… itu di samping-sampingnya… kelapa sawit, karet, …tapi kalau ditanami lada tidak bisa,” lanjut Ferdi saat saya bertanya tentang pemanfaatan tanah-tanah di sekitar kolong ini. Pemanfaatan lainnya?
“Yaa… kolong itu dibiarkan saja pak. Tidak bisa dimanfaatkan untuk apapun, kita tidak tau juga mau dimanfaatkan untuk apa. Mau ditanami ikan tidak cocok pak, selain terlalu dalam (puluhan meter), juga pH-nya tidak cocok… terlalu asam. Jadi ya kita biarkan saja seperti itu…” (Al, Dinkes Bangka Selatan)
Sampai dengan saat ini saya dan tim masih berpikir dengan sangat keras, bagaimana bisa memanfaatkan kolong yang demikian massif ada di Pulau Bangka ini? Bagaimana bila dimanfaatkan untuk WC umum? Waaahh… tentu akan puluhan tahun baru bisa penuh. Eh tapi… bagaimana bila terperosok saat nongkrong di atas WC itu? Waah… bisa berabe dengan kedalaman puluhan meter seperti itu.
Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Pemilihan Bangka Selatan sebagai salah satu wilayah Riset Etnografi Kesehatan tahun 2016 sesungguhnya dimulai dengan peringkat Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Kabupaten Bangka Selatan yang berada pada ranking 7 dari 7 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bangka Belitung. Sedang secara nasional berada pada peringkat 376 dari 497 kabupaten/kota yang disurvey pada tahun 2013.
Beberapa indikator pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah ini memang menunjukkan capaian yang rendah. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 indikator kesehatan yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan dan perilaku kesehatan tercatat kurang begitu menggembirakan. Cakupan akses dan air bersih di masyarakat hanya mencapai 9,38% dari keseluruhan masyarakat di Bangka Selatan. Cakupan perilaku sikat gigi juga menunjukkan angka yang cukup rendah, hanya 1,14% masyarakat saja yang melakukannya dengan benar.
Sedang untuk perilaku buang air besar dengan benar, di Kabupaten Bangka Selatan hanya mencapai angka 76,88%. Angka ini masih di bawah rata-rata Provinsi Bangka Belitung yang berada pada kisaran 87,04%, dan juga rata-rata di Indonesia yang mencapai angka 82,59%. Pengertian perilaku buang air besar dengan benar adalah buang air besar pada WC dengan kloset berbentuk leher angsa, dan dengan pembuangan akhir pada tangki septictank. Rendahnya capaian perilaku buang air besar inilah yang membuat saya kepikiran untuk memanfaatkan kolong bekas galian timah sebagai septictank raksasa. Hehehe…
Potensi Ekonomi Bahari
Pasca meredupnya pertambangan timah, Kabupaten Bangka Selatan mulai menata diri pada sektor pertanian dan perkebunan. Pemerintah Kabupaten dalam lima tahun terakhir berusaha untuk dapat berswasembada beras, selain juga mengupayakan pemanfaatan lahan perkebunan untuk lada, karet dan kelapa sawit.
Sesungguhnya potensi ekonomi wilayah Bangka Selatan cukup besar, terutama di bidang wisata bahari. Apalagi setelah booming novel dan film “Laskar Pelangi” yang menimpa wilayah tetangganya, Belitoong. Sebagai wilayah kepulauan, potensi pantai yang khas dengan batu-batu raksasa dan pasirnya yang putih halus sungguh sangat mengundang wisatawan untuk betah berlama-lama menikmati terbit atau tenggelamnya matahari di wilayah ini.
Potensi bahari lain yang belum terjamah adalah potensi bawah lautnya, taman laut dengan terumbu karang yang cantik. Potensi ini tersimpan di bagian Timur Bangka Selatan, yaitu di sekitar wilayah Pulau Pongok dan Lepar yang merupakan wilayah Kecamatan Tanjung Labu. Bila potensi ini bisa betul-betul dimanfaatkan, saya percaya kebangkitan Bangka Selatan hanya tinggal menunggu waktu saja. Semoga. (@dl).
* Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes (Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© PERSAKMI All rights Reserved